twitter
rss

1. Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah sebuah teori belajar dimana teori ini berpusat pada siswa. Dalam penerapan teori ini, siswa adalah objek utama pada proses pembelajaran. Konstruktivisme menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran (student center). Guru hanya menolong siswa untuk membangun/mengembangkan pengetahuan mereka untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Jadi, dapat dikatakan guru hanya menjadi guide (pembimbing) siswa untuk memahami masalah dan memberi siswa kesempatan untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan kemampuan mereka sendiri. Guru dapat memberi beberapa petunjuk atau pertolongan yang diperlukan untuk mengarahkan pemikiran siswa dalam menyelesaikan masalah.

Tujuan konstruktivisme adalah membuat siswa mengembangkan pengetahuan siswa. Teori belajar ini membuat siswa aktif dalam mengetahui bagaimana cara menyelesaikan suatu masalah, tidak hanya bergantung pada jawaban guru. Konstruktivisme menginginkan siswa mampu berpendapat atau memberikan umpan balik pada jawaban guru karena siswa sudah bisa menyelesaikan masalah dan memberikan jawaban mereka sesuai dengan pendapat mereka sendiri. Dalam konstruktivisme, guru adalah moderator bukan fasilitator.

Dalam proses pembelajaran, guru mendapat peran besar dalam membuat situasi yang
baik yang dapat membangun keingintahuan siswa tentang pelajaran karena keingintahuan siswa tersebut akan membuat mereka berpikir. Pengalaman tiap siswa yang berbeda yang berhubungan dengan pelajaran yang akan dipelajari akan memberikan titik penyelesaina masalah. Dalam hal ini, karena setiap siswa pasti mempunyai jawaban yang berbeda-beda, seorang guru harus bisa membangun situasi yang memungkinkan bagi siswa untuk berdiskusi.

Guru adalah moderator artinya seorang guru memperhatikan jalannya diskusi, terkadang memberikan pendapat, setuju atau tidak setuju dengan pendapat/pemikiran siswa. Dalam proses ini, siswa akan mengembangkan pengetahuan dan kemampuan mereka dalam sharing pendapat. Guru bertugas membuat keputusan/kesimpulan dari hasil diskusi siswa. Diskusi hanya cara yang bisa di terapkan dalam konstrruktivisme, guru juga diperbolehkan menggunakan alat bantu.

2. Problem Solving

Kesulitan bagi guru dalam menerapkan Problem Solving adalah sulitnya mendapatkan atau membuat pertanyaan yang tidak dalam masalah rutin. Selain itu, terkadang guru juga tidak bisa mengerti bagaimana cara menyelesaikan masalah yang tidak rutin tersebut. Bagi siswa kesulitannya adalah mereka hanya berfokus dalam menemukan jawaban. Siswa tidak biasa melakukan masalah yang tidak rutin, mereka hampir selalu menyelesaikan algoritma dan pengenalan masalah.

George Polya menyatakan 4 langkah bagaimana cara membuat penyelesaian dari Problem solving:
  1. Understand the problem. Siswa diharapkan mengerti atau memahami masalah yang diberikan.
  2. Designing solution. Siswa dapat merancang atau membuat bagaimana penyelesaian dari masalah yang diberikan.
  3. Doing Solution. Melaksanakan rancangan penyelesaian masalah yang sudah dibuat.
  4. Looking Back. Melihat kembali penyelesaian yang telah dilakukan, jika belum berhasil dapat menggunakan rangcangan penyelesaian masalah yang baru.
3. PMRI (Pendidikan Matematikan Realistik Indonesia)

Teori PMRI pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freundenthal dengan nama RME (Realistik Mathmatics Education). 

 Ide pokok dari PMRI:
  1. Matematika harus berkaitan dengan kenyataan (reality).
  2. Matematika adalah aktivitas yang dilakukan.
Kata kunci dari PMRI:
  1. Fokus pada pembelajaran Matematika dengan "Learning by Doing".
  2. Memfasilitasi penyelesaian masalah Matematika tanpa menggunakan algoritma formal.
  3. Menggunakan konteks sebagai poin awal pendidikan Matematika. 
Lima prinsip dari PMRI:
  1. Menggunakan konsep atau situasi.
  2. Menggunakan model : "model of" dan "model for"
  3. Menggunakan hasil pemikiran siswa sendiri.
  4. Interactivity.
  5. Intertwinning (saling mengaitkan suatu konsep dengan konsep lainnya). 
Untuk mengetahui tentang RME di Indonesia dapat di download di sini.
4. Pendekatan Kontekstual

Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah salah satu proses pembelajaran yang mengaikan antara materi yang diajarkan dengan situasi yang nyata di sekitar siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.  
 Tujuh komponen kontekstual:
  1. Konstruktivisme.
  2. Bertanya.
  3. Menemukan.
  4. Masyarakat belajar.
  5. Pemodelan.
  6. Refleksi.
  7. Penilaian sebenarrnya.
Lima karakteristik dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual:

1. Dalam pendekatan kontekstual pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge).
2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowlwdge).
3.  Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk diyakini dan dipahami.
4.  Mempraktekkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan prilaku siswa.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan.
 

0 comments:

Post a Comment